Bisnis pariwisata di Indonesia cukup potensial mengingat Indonesia secara alami memiliki banyak potensi keindahan alam, keragaman dan keunikan budaya dan lain sebagainya. Kesemua potensi tersebut menjadi modal dalam industry pariwisata dan masih tetap terjaga kelestariannya. Harus diakui bahwa kelemahan dari industry pariwsata adalah karena industry ini bersifat massif dan massal melibatkan banyak orang jadi harus ada sinergitas dari segenap komponen bangsa. Disamping itu industry pariwsata sangat sensitive terhadap isu keamanan dan pariwisata Indonesia sudah mengalaminya permasalah terkait issue keamanan selama beberapa kali sebelumnya mulai dari kerusuhan tahun ’98, Bom Bali I dan II, kasus terorisme dan lain sebagainya. Semua issue keamanan tersebut langsung berdampak pada industry pariwisata keseluruhan termasuk industri perhotelan. Namun karena pengalaman yang sudah dimiliki maka saat ini Indonesia bisa menjaga kondisi iklim industri pariwisata stabil.
Bisa dikatakan bahwa Perkembangan bisnis perhotelan dan pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Ini bisa dilihat berdasarkan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan di Indonesia dan pertumbuhan industri pariwisata termasuk bertumbuhnya jumlah hotel di Indonesia. Memang selama ini Jakarta, Yogyakarta dan Bali menjadi barometer pariwisata nasional namun sebenarnya banyak wilayah lain di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pariwisata yang terbilang pesat seperti Sulawesi Utara dengan Wakatobinya, Papua dengan Raja Ampatnya, Bandung, Surabaya dan beberapa wilayah lainnya juga telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam bidang pariwisata. Banyaknya investor yang melakukan penetrasi dengan membangun hotel berjejaring juga bisa menjadi indicator bersama dengan tingkat hunian di masing-masing hotel tersebut. Sebut saja hotel berjejaring seperti Ibis Budget yang memiliki tingkat hunian sebanyak 80% dan hotel Amaris yang bahan berhasil mencapai tingkat hunian hinga 90%. Sementara jejaring Santika yang merupakan pemain untuk segmen pasar menengah berhasil di angka 75%.
Secara umum bisa dikatakan bahwa tingkat hunian atau occupancy rate untuk hotel kelas ekonomi berada di kisaran 70% dan untuk kelas menengah berada di kisaran 80%. Angka ini bukan hanya didorong oleh jumlah wisatawan baik nusantara maupun mancanegara namun juga karena dukungan pemerintah setempat yang menyelenggarakan beberapa event di hotel tersebut seperti seminar, rapat, lokakarya dan kegiatan MICE lainnya.
Memang selama ini Bali dan beberapa kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Medan menjadi sasaran potensial bag para investor untuk mendirikan hotel namun ada sesuatu yang menarik pada propinsi DIY dimana investasi industri perhotelan tumbuh sangat pesat selama 2 atau 3 tahun terakhir dan ini terpusat di Kota Yogyakarta. Saking banyaknya investasi yang mengalir sampai-sampai pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan moratorium atau aturan pengendalian investasi industry perhotelan untuk menjaga keseimbangan antaran supply dan demand dalam industri pariwisata. Meskipun demikian langkah yang sama tidak diikuti oleh daerah lain di propinsi DIY seperti di kabupaten Sleman, Bantul dan 2 kabupaten lainnya di propinsi DIY. Para investor masih memiliki cukup ruang untuk melakukan penetrasi investasi usaha perhotelan di kabupaten-kabupaten tersebut.
Selama tahun 2014 banyak pihak yang dulunya skeptic bahwa industry pariwisata dan perhotelan di Indonesia akan tetap stabil mengingat Indonesia memiliki agenda nasional seperti pileg dan pilpres. Beberapa pihak sempat mengkhawatirkan adanya issue keamanan yang akan berdampak pada stabilitas industry pariwisata dan perhotelan. Namun ternyata prediksi tersebut meleset karena terbukti secara keseluruhan Indonesia dalam keadaan aman sehingga industry pariwisata dan perhotelan tetap stabil, beberapa bahkan memperdiksi bahwa iklim investasi di industry pariwisata dan perhotelan untuk tahun depan akan lebih baik daripada tahun ini.